TIMES BANGKALAN, BANTUL – Kantor Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bantul mengambil langkah tegas dengan mengajukan blokir internal terhadap Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 22451 yang menjadi polemik dalam sengketa tanah Mbah Tupon.
Blokir ini diajukan sebagai upaya pencegahan agar sertifikat tidak berpindah tangan selama proses hukum berjalan.
Kepala ATR/BPN Bantul, Tri Harnanto, menjelaskan bahwa blokir internal merupakan kewenangan kementerian berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN, berbeda dari blokir biasa yang hanya berlaku selama 30 hari dan tidak dapat diperpanjang.
"Blokir internal berlaku sampai persoalan dianggap selesai atau tidak lagi berdampak. Ini langkah perlindungan terhadap pihak yang merasa dirugikan, dalam hal ini Pak Tupon," ujarnya saat menggelar konferensi pers di Kantor ATR/BPN Bantul, Selasa (29/4/2025).
Tri menambahkan, pihaknya telah menyurati Kantor Wilayah BPN DIY untuk meminta rekomendasi blokir internal, mengingat SHM tersebut masih memiliki hak tanggungan dan kasusnya dinilai masif. Setelah rekomendasi diterima, pemblokiran akan diproses melalui sistem aplikasi KKP.
Selain itu, BPN Bantul juga telah mencoba meminta klarifikasi dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang menyusun akta terkait. Namun, saat didatangi, kantor PPAT dalam keadaan tutup.
Jika nantinya ditemukan pelanggaran, pihak BPN menegaskan akan memberikan sanksi sesuai Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 2 Tahun 2018 tentang Pembinaan dan Pengawasan PPAT.
"Sanksi bisa berupa teguran tertulis, pembekuan kegiatan selama 3 bulan hingga 2 tahun, bahkan pemberhentian tidak hormat jika terbukti melakukan pelanggaran berat," tegas Tri Harnanto.
Kronologi Kasus Mbah Tupon
Sebelumnya, Mbah Tupon, warga RT 4 Padukuhan Ngentak, Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY, diduga menjadi korban mafia tanah.
Tanah miliknya seluas 1.655 meter persegi beserta beberapa rumah, tiba-tiba dilelang setelah dijadikan jaminan pinjaman sebesar Rp1,5 miliar tanpa sepengetahuannya. Ia pun mengaku terkejut mengetahui sertifikat tanahnya telah beralih nama.
Mbah Tupon menuturkan, dirinya tidak pernah merasa menjual tanah tersebut. Ia hanya beberapa kali diminta menandatangani berkas yang disebut untuk keperluan memecah sertifikat bagi anak-anaknya.
Karena tidak bisa membaca dan menulis, Mbah Tupon menuruti tanpa memahami isi dokumen. "Pas diajak tanda tangan itu saya cuma masuk ruangan, tanda tangan, lalu disuruh keluar. Tidak dibacakan apa-apa," ungkapnya.
Lebih lanjut, pria berusia 68 tahun itu berharap sertifikat tanah tersebut bisa kembali ke tangannya. "Tanah kulo niku, pokoke niku sertifikate wangsul wonten tangan kulo malih," harap Mbah Tupon dalam bahasa Jawa. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: BPN Bantul Blokir SHM Tanah Sengketa Mbah Tupon, Ancam Sanksi PPAT Jika Langgar Aturan
Pewarta | : Edy Setyawan |
Editor | : Ronny Wicaksono |